Penyakit Balon Gas
Penyakit ini biasanya menyerang koi pada mu-sim panas (kemarau), saat suhu udara sangat tinggi. Benih sering sekali menderita pada kolam yang mengandung banyak bahan organik. Penyakit ini sering terlihat pada kepala, sirip, dan juga pada pupil mata. Kejenuhan kandungan oksigen juga bisa menyebabkan timbulnya penyakit ini.
Penyakit ini dapat di-tanggulangi dengan memasukkan air ke dalam kolam koi atau membuat tempat yang teduh. Aerasi dan pemanasan harus selalu dikontrol agar tidak menjadi penyebab timbulnya penyakit ini.
Jamur
Jamur sering menyerang koi terutama Jika kolam kotor dan koi mengalami luka. Jamur akan tumbuh pada lingkungan yang berbahan organik tinggi dan tumbuh pada jaringan yang mati seperti tubuh yang luka pada ikan. Bisa juga ikan yang semula sudah sakit, karena parasit lain seperti kutu ikan, akan ditumbuhi jamur. Jamur yang menyerang tubuh ikan akan kelihatan seperti lapisan kapas yang tipis.
Jamur akan menyerap cairan tubuh ikan dan memperluas daerah serangannya, sehingga koi semakin kurus dan merana sampai akhirnya mati karena tidak mampu bertahan lagi. Pada kondisi yang lemah tidak jarang koi juga terserang parasit lainnya.
Untuk mengobati koi yang terserang jamur bisa dengan larutan NaCl (garam dapur) dengan konsentrasi 1,5-2,5% dengan pencelupan. Buang bulu-bulu halus jamur dengan mengolesnya memakai kapas yang diberi obat merah. Langkah berikutnya adalah memandikan ikan yang sakit pada larutan mona-furacin yang biasa untuk ikan.
Kutu Ikan
Kutu ikan juga sering ditemukan menyerang koi. Bentuknya pipih berwarna abu-abu muda dan tetgolong ke dalam udang-udang renik. Berbeda dengan white spot, seekor kutu ikan ukurannya cukup besat sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang.
Jika hanya satu atau dua ekor kutu ikan yang menempel pada tubuh koi, kita bisa mencomot kutu ikan tersebut dengan pinset dan mengolesi bekas lukanya dengan obat merah. Jika jumlahnya cukup banyak dan sudah menyerang seluruh ikan yang ada di dalam kolam, maka tidak ada jalan lain kecuali mengobatinya dengan Diphterex berdosis 0,5 - 1,0 ppm selama 24 jam. Pengobatan bisa dengan garam dapur sebanyak 2-3% selama 10-15 menit. Pengobatan dilakukan dengan perendaman. Pelaksanaan-nya harus hati-hati, untuk mencegah semakin parah-nya koi yang kita pelihara.
White Spot
Penyakit white spot mungkin boleh dibilang penyakit yang sangat populer karena banyak di-temukan menyerang koi di kolam taman maupun kolam penampungan. Bintik-bintik putih akan tampak di permukaan badan ikan, mula-mula di satu bagian kemudian meluas pada bagian tubuh lainnya. Penyebab bintik putih ini tidak lain dari protozoa bernama Ichthyophthirius multifilis.
Sekalipun tidak terlihat mata telanjang, tapi karena protozoa ini berkumpul dalam jumlah banyak, maka akan tampak seperti bintik putih. Diameter seekor protozoa sekitar 0,7 milimeter dan berbentuk seperti telur.
Koi yang terserang bintik putih seolah-olah tertutup oleh bedak putih. Pada tahap awal bintik
putih hanya menyerap cairan tubuh, tapi lama-kelamaan menyebabkan ikan kurus dan akhirnya mati.
Koi akan sangat mudah terserang apabila lingkungannya jelek dan kesehatan koi tidak berada dalam kondisi prima.
Untuk mengobati koi yang terserang bisa dengan cara menaikkan suhu air hingga mencapai beberapa derajat dari suhu awal. Cara ini sering efektif untuk mematikan white spot.
Pengobatan dengan cara menaikkan suhu air kolam 0,5 gram Methelene blue dalam 1 ton air juga cukup efektif dalam mengenyahkan white spot. Pengobatan dilakukan dengan cara pemandian. Selain pada tubuh, white spot juga menyerang insang koi.
Tanda-tanda Koi Sakit
1. Perubahan sekujur tubuh
Perubahan pada permukaan tubuh misalnya timbulnya bercak-bercak merah seperti darah, mun-culnya lendir yang kelewat banyak, dan hadirnya binatang-binatang asing pada beberapa bagian atau sekujur badannya. Jika muncul serabut seperti cacing pada tubuhnya, berarti ikan terserang Lernaea, sedangkan bila ada binatang putih, bulat, itu pertanda kena serangan kutu ikan (Argulus).
2. Menyendiri
Koi yang sehat akan berenang riang gembira me-ngelilingi kolam tempat hidupnya. Bila kita temu-kan koi yang menyendiri di sudut kolam dan tidak mau bergabung dengan kelompoknya, kita harus mulai curiga bahwa koi tersebut menderita sakit. Bila hanya sesekali saja seekor koi meninggalkan kelompoknya kemudian balik lagi bergabung, maka hal tersebut biasa dan tidak perlu dicurigai sebagai ikan yang sakit. Pada tahap yang lebih parah, koi ini akan mengambang dan ketika deritanya sudah me-muncak koi ini akan menghantam dinding kolam.
3. Megap-megap
Biasanya koi yang sehat akan bernapas dengan teratur, tenang dan seirama dengan gerakannya. Koi yang sakit akan bernapas dengan cepat dan mengesankan megap-megap. Gerakan mereka sudah tampak tidak serasi, dan sering terlihat di permukaan air. Koi bukanlah golongan ikan yang dilengkapi alat pernapasan tambahan yang harus menyempat-kan menghirup oksigen dari udara langsung. Oleh karenanya kalau ada gerakan koi yang seperti itu kita sudah harus curiga, terlebih Jika kita lihat ketika bernapas mulutnya terbuka lebar.
4. Diam di dasar dan strip dada terbuka
Koi yang sehat umumnya akan aktif bergerak kian kemari bersama kelompoknya. Koi yang sakit akan berdiam diri di dasar kolam dengan posisi ship dada terbuka lebar. Bagaimana membedakannya dengan koi yang sedang tidur? Koi yang sedang tidur akan memilih tempat yang sesuai, dan akan diam dengan posisi sirip dada tertutup. Sedangkan koi yang sakit akan tidur di mana saja, tidak peduli tempat itu datar, berbatu-batu, atau di pojok kolam yang menonjol. Lagipula koi sehat yang sedang tidur ketika kita ganggu akan sigap berenang berpindah tempat, sedangkan yang sakit hanya sebentar saja bereaksi, kemudian akan kembali pada posisi semua dan diam tak bergerak. Malahan gerakannya mengesankan kalau koi tersebut tidak memilih tempat baru, melainkan tenggelam.
5. Tidak bernafsu makan
Koi yang sehat akan memburu dengan sigapmakanan yang disodorkan dan berebut sesama ka-wannya. Namun koi yang sakit tidak akan ikut-ikut-an bereaksi. Selain itu, koi yang sakit biasanya di-tandai dengan cairan yang dikeluarkan dari dubur-nya. Karena makanannya tidak teratur, maka kotoran yang dikeluarkannya pun berpengaruh. Ketika kotoran koi sudah encer, itu suatu indikasi bahwa penyakitnya sudah sangat serius.
6. Insangnya terdapat parasit
Jika permukaan tubuhnya terlihat biasa-biasa saja, artinya tidak mengalami perubahan yang"ber-arti, tapi dari aktifitasnya mereka terlihat sangat lelah, maka boleh jadi koi tersebut terserang penya-kit. Langkah yang mesti dilakukan adalah melihat insangnya. Ikan yang napas dan aktifitasnya ter-ganggu, biasanya insangnya berubah putih atau ke-hitaman. Bisa juga bentuk insangnya berubah. Warna merah pada insang yang sehat tidak bakal kita temukan lagi. Dan bila sudah demikian koi harus ditangani dengan serius, Jika kita tidak inginkan koi yang lain turut terserang. Tidak jarang juga pada insang koi kita temukan binatang seperti cacing atau kutu yang menempel, karena kita tahu serangan kedua parasit ini meliputi sekujur tubuh tanpa kecuali.
7. Berenang menyentak-nyentak
Koi yang sehat akan berenang dengan mulusnya, kadang cepat, kadangkala lambat dan ber-irama. Namun, Jika kita temukan koi yang berenang menyentak-nyentak secara terus menerus itu pertan-da koi tersebut sedang menderita sakit. Tidak jarang koi yang berenang menyentak-nyentak ini menabrak temannya. Dan sering perilaku berenang menyentak-nyentak ini dilakukan seiring dengan gerakan megap-megap dari mulut dan insang dan dilakukan di permukaan air.
8. Gerakan salto
Suatu kali mungkin akan kita temukan koi yang bergulingan ketika berenang, baik berguling ke sam-ping atau ke arah bawah. Jika demikian kemungkin-an besar gelembung renangnya berfungsi tidak sem-purna.
Berbagai Macam Hama Koi
Selain penyakit, koi pun tidak luput dari hama yang setiap saat bakal menyerangnya di kolam taman. Jika penyakit berukuran lebih kecil daripada koi, maka hama berukuran lebih besar dibandingkan koi, dan biasanya merupakan binatang dari kelas lain.
Tidak semua hama memangsa koi dengan sekali santap. Adakalanya hama hanya sekedar menyakiti koi. Karena koi bisa menjadi begitu jinak dan bere-nang di permukaan air ketika seseorang mendekati kolam. Saat seperti ini sangat mudah bagi kucing untuk memanfaatkan kesempatan.
Hampir sama dengan kasus yang terjadi pada pemeliharaan ikan konsumsi, musang bisa menjadi ancaman yang sangat berbahaya bagi koi yang kita pajang di kolam. Bahkan di Jepang, musang ini menjadi musuh utama koi. Musang akan membunuh koi ketika mereka sedang tertidur. Entah kenapa, binatang satu ini seolah punya kemahiran yang sulit di-tandingi ketika memangsa koi.
Selain musang, anjing air pun tidak kalah berbahayanya dalam mengincar koi di kolam taman. Seperti halnya musang, anjing air ini juga bergerak pada malam hari, ketika koi sedang beristirahat. Bekas-bekas serangan musang dan anjing air biasanya bisa kita temukan di pinggiran kolam pada ke-esokan harinya berupa sisik-sisik yang tercecer atau-pun kepala koi. Kepala koi biasanya tidak ikut dimakan karena keras dan sisik-sisik biasanya tercecer karena kedua binatang ini biasanya lebih me-milih mencabik-cabik daging koi.
Burung elang, bangau, dan raja ikan juga turut andil dalam memangsa koi. Sedangkan kodok dan ular memangsa koi yang masih kecil. Hama seperti telah disebut di atas cukup mengancam keselamatan koi, maka perlu dicari jalan keluarnya. Pembuatan kolam yang memenuhi syarat agar tidak memung-kinkan hama mengganggu koi adalah sangat penting. Kolam yang sekelilingnya ditumbuhi tanaman rim-bun yang tidak terawat tentu memungkinkan sekali sebagai sarang ular ataupun tempat persembunyian kodok.
Malachite Green
Malachite Green merupakan pewarna triphenylmethane dari group rasamilin. Bahan ini merupakan bahan yang kerap digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dan parasit dari golongan protozoa, seperti: ichtyobodo, flukes insang, trichodina, dan white spot, serta sebagai fungisida. Penggunaan bahan ini hendaknya dilakukan pada sistem tertutup seperti akuarium atau kolam ikan hias. Malachite green diketahui mempunya efek sinergis apabila diberikan bersama-sama dengan formalin.
Terdapat indikasi bahwa kepopuleran penggunaan bahan ini agak menurun, karena diketahui bisa menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan manusia apabila terhirup. Malachite Green juga dapat menimbulkan akibat buruk pada filter biologi dan pada tanaman air. Disamping itu, beberapa jenis ikan diketahui tidak toleran terhadap bahan ini. Warna malachite green bisa melekat pada apa saja, seperti tangan, baju, dan peralatan akuarium , termasuk plastik.
Hindari penggunaan malachite green dalam bentuk serbuk (tepung). Disarankan untuk menggunakan malachite green dalam bentuk larutan jadi dengan konsentrasi 1% dan telah terbebas dari unsur seng.
Dosis 0.1 - 0.2 ml dari larutan 1% per 10 liter air, sebagai perlakuan perendaman jangka panjang. Pemberian dosis dapat dilakukan setiap 4-5 hari sekali. Sebelum pemberian dosis dilakukan, disarankan untuk mengganti air sebanyak 25 %
Dosis 1 - 2 ml dari larutan 1% per 10 liter, sebagai perlakuan jangka pendek (30 - 60 menit). Perlakuan dapat di ulang setiap 2 hari sekali. Perlakuan dapat dilakukan sebanyak 4-5 ulangan.
Dosis campuran antara Malachite Green dan Formalin untuk perlakuan pada ikan adalah 0.05 - 0.1 ppm MG dan 10 -25ppm Formalin. Untuk udang-udangan atau invertebrata laut adalah 0.1 -0.2 ppm MG dan 10 - 25 ppm Formalin.
Malachite Green dapat pula diberikan sebagai disinfektan pada telur dengan dosis 5 ppm selama 10 menit.
Perlakuan hendaknya dilakukan pada tempat terpisah.
Malachite Green dapat bersifat racun terhadap burayak ikan, terhadap beberapa jenis tetra, dan beberapa jenis catfish seperti Pimelodidae atau blue gill. Beberapa penyimpangan hasil perlakuan dengan MG dapat terjadi apabila perlakuan dilakukan pada pH air diatas 9 atau apabila temperatur air diatas 21 ° C.
Yakinkanlah MG yang digunakan adalah dari jenis yang bebas Seng.
Tidak ada salahnya dilakukan percobaan terlebih dahulu pada 1 atau 2 ikan sebelum perlakuan MG dilakukan pada sejumlah banyak ikan.
Sumber : O-FISH
White Spot (Ich)
White spot atau dikenal juga sebagai penyakit "ich" merupakan penyakit ikan yang disebabkan oleh parasit. Penyakit ini umum dijumpai pada hampir seluruh spesies ikan. Secara potensial white spot dapat berakibat mematikan. Penyakit ini ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih di sekujur tubuh dan juga sirip.
Inang white spot yang bervariasi, siklus hidupnya serta caranya meperbanyak diri dalam akuarium memegang peranan penting terhadap berjangkitnya penyakit tersebut.
Siklus hidup white spot terdiri dari beberapa tahap, tahapan tesebut secara umum dapat dibagi dua yaitu tahapan infektif dan tahapan tidak infektif (sebagai "mahluk" yang hidup bebas di dalam air atau dikenal sebagai fase berenang) (lihat gambar). Gejala klinis white spot merupakan akibat dari bentuk tahapan sisklus infektif. Ujud dari "white spot" pada tahapan infektif ini dikenal sebagai Trophont. Trophont hidup dalam lapisan epidermis kulit, insang atau rongga mulut. Oleh karena itu, julukan white spot sebagai ektoparasit dirasa kurang tepat, karena sebenarnya mereka hidup dilapisan dalam kulit, berdekatan dengan lapisan basal lamina. Meskipun demikian parasit ini tidak sampai menyerang lapisan di bawahnya atau organ dalam lainnya.
Ikan-ikan yang terjangkit akan menunjukkan penampakan berupa bintik-bintik putih pada sirip, tubuh, insang atau mulut. Masing-masing bintik ini sebenarnya adalah individu parasit yang diselimuti oleh lapisan semi transparan dari jaringan tubuh ikan. Pada awal perkembangannya bintik tersebut tidak akan bisa dilihat dengan mata. Tapi pada saat parasit tersebut makan, tumbuh dan membesar, sehingga bisa mencapai 0.5-1 mm, bintik tersebut dapat dengan mudah dikenali. Pada kasus berat beberapa individu dapat dijumpai bergerombol pada tempat yang sama.
Ikan yang terjangkit ringan sering dijumpai menggosok-gosokan tubuhnya pada benda-benda lain di dalam akuarium sebagai respon terhadap terjadinya iritasi pada kulit mereka. Sedangkan ikan yang terjangkit berat dapat mengalami kematian sebagai akibat terganggunya sistem pengaturan osmotik ikan, akibat gangguan pernapasan, atau akibat infeksi sekunder. Ikan berukuran kecil dan burayak dapat mengalami kematian setelah beberapa hari terjangkit berat.
Ikan yang terjangkit berat akan menunjukkan perilaku abnormal dan disertai dengan perubahan fisiologis. Mereka akan tampak gelisah atau meluncur kesana kemari dengan cepat dan siripnya tampak bergetar ( mungkin sebagai akibat terjadinya iritasi pada sirip tersebut). pada ikan yang terjangkit sangat parah, mereka akan tampak lesu, atau terapung di permukaan. Kulitnya berubah menjadi pucat dan mengelupas. sirip tampak robek-robek dan compang-camping. Insang juga tampak memucat. Terjadinya kerusakan pada kulit dan insang ini akan memicu ikan menglami stres osmotik dan stres pernapasan. Stres pernapasan ditunjukkan dengan pergerakan tutup insang yang cepat (megap-megap) dan ikan tampak mengapung di permukaan dalam usahanya untuk mendapatkan oksigen lebih banyak. Apabila ini terjadi peluang ikan untuk dapat disembuhkan akan relatif sangat kecil.
White spot disebabkan oleh parasit yang diberi nama: Ichtyophtirius multifilis. Parasit ini diketahui terdiri dari beberapa strain. Ichtyophtirius multifilis memiliki selang toleransi suhu lebar, oleh karena itu, penyakit white spot dapat dijumpai baik pada ikan-ikan yang hidup di air dingin maupun yang hidup di daerah tropis.
White spot dapat masuk kedalam sistem akuarium melalui ikan yang terjangkit, atau melalui air yang mengandung parasit pada fase berenang. Tanaman air dan pakan hidup dapat pula menjadi perantara white spot terutama apabila lingkungan hidup tanaman dan pakan hidup tersebut telah terjangkit white spot sebelumnya.
Air ledeng berkualitas baik jarang menjadi media penyebaran white spot. Diketahui bahwa fase berenang white spot hanya dapat bertahan hidup selama beberapa jam saja sebelum harus menempel pada inangnya. Oleh karena itu, biasanya mereka akan mati selama proses pengolahan air.
Tindakan karantina terhadap penghuni akuarium baru merupakan tindakan pencegahan yang sangat dianjurkan dalam menghindari berjangkitnya white spot. Pada dasarnya white spot termasuk mudah dihilangkan apabila diketahui secara dini. Berbagai produk anti white spot banyak dijumpai di toko-toko akuarium. Produk ini biasanya terdiri dari senyawa-senyawa kimia seperti metil biru, malachite green, dan atau formalin. Meskipun demikian, ketiga senyawa itu tidak akan mampu menghancurkan fase infektif yang hidup di dalam tubuh kulit ikan. Oleh karena itu, pemberian bahan ini harus dilakukan berulang-ulang untuk menghilangkan white spot secara menyeluruh dari akurium.
Perlu diperhatikan bahwa spesies ikan tertentu, khususnya yang tidak bersisik diketahui sangat tidak toleran terhadap produk-produk anti white spot, oleh karena itu, perhatikan cara pemberian obat-obatan tersebut pada kemasannya dengan baik
Perlakuan perendaman dengan garam dalam jangka panjang (selama 7 hari pada dosis 2ppt(part per thousand)) diketahui dapat menghilangkan white spot . Perlakuan ini hanya dapat dilakukan pada ikan-ikan yang tahan terhadap garam.
Akuarium sendiri dapat dibersihkan dari white spot dengan cara memindahkan selurah ikan dari akuarium tersebut. Pada lingkungan tanpa ikan sebagai inang, fase berenang dari whte spot akan mati dengan sendirinya. Pada akuarium dengan suhu diatas 21°C, akuarium akan terbebas dari white spot setelah dibiarkan selama 4 hari. Akan lebih aman lagi apabila akuarium tersebut dibiarkan selama 7 hari. Semua peralatan akuarium juga akan terbebas dari white spot setelah dibiarkan selama 7 hari.
Radiasi dengan sinar ultra violet dapat pula membantu mengurangi populasi white spot.
Ikan yang lolos dari serangan white spot diketahui akan memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut. Kekebalan ini dapat bertahan selama beberapa minggu atau beberapa bulan. Meskipun demikian ketahanan ini dapat menurun apabila ikan yang bersangkutan mengalami stres atau terjangkit penyakit lain. Pada suatu serangan white spot sering dijumpai ada ikan dari jenis yang sama tidak terjangkit oleh white spot tersebut sama sekali. Hal ini merupakan salah satu petunjuk adanya fungsi kekebalan tadi.
Setiap jenis ikan memiliki tingkat kerentanan yang berbeda terhadap white spot. Dari sekian banyak spesies yang ada Botia macracantha merupakan salah satu spesies yang sangat rentan terhadap white spot.
Sumber : O-FISH
Ulcer
Ulcer merupakan suatu pertanda tarjadinya berbagai infeksi bakteri sistemik pada ikan. Fenomena ini biasanya ditandai dengan munculnya borok/luka terbuka pada tubuh ikan. Sering pula borok ini disertai dengan memerahnya pinggiran borok tersebut. Ulcer dapat memicu terjadinya infeksi sekunder terutama infeksi jamur, selain itu, dapat pula disertai dengan gejala penyakit bakterial lainnya seperti kembung, dropsi, kurus, atau mata menonjol (pop eye).
Nekrosis kulit, biasanya sebagai akibat terjadinya infeksi sistemik kronis yang diakibatkan oleh bakteri, terutama dari golongan aeromonas, pseudomonas, myobaker, dan vibrio. Luka terbuka yang terjadi dapat menyebabkan ikan menjadi sangat lemah. Pada kasus yang sangat parah, dimana terjadi kerusakan kulit yang luas, dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem pengaturan osmotik ikan, dan dapat menyebabkan ikan menjadi sangat rentan terhadap infeksi sekunder.
Stres, terutama sebagai akibat penanganan ikan yang kurang baik, atau akibat perubahan lingkungan, dapat menjadi pemicu terjadinya ulcer. Seperti diketahui stres kronis dapat menyebabkan ikan mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga menjadi lebih rentan terhadap penyakit.
Untuk mencegah terjadinya ulcer, jaga agar ikan tidak mengalami stres berlebihan.
Apabila ulcer terjadi , hal yang perlu diperhatikan adalah mencoba menghilangkan penyebab ikan stres dan coba perbaiki dan tingkatkan kualitas air akuarium yang bersangkutan. Pada kasus yang parah, perendaman dalam garam untuk jangka panjang (selama beberapa hari) dengan dosis 3-5 ppm dapat membantu memulihkan stres osmotik, sehingga diharapkan ikan dapat bertahan dan mampu menurunkan resiko terjadinya infeksi jamur sekunder.
Ulcer ringan, sampai tahap tertentu, diketahui responsif terhadap perlakuan perendaman dengan obat-obatan anti ulcer atau anti bakteri sistemik. Sedangkan pada kasus yang serius, biasanya diperlukan perlakuan dengan anti biotik (seperti oxytetracycline) yang diberikan secara oral melalui pakan, melalui perendaman atau disuntikan.
Sumber : O-FISH
Serangan Jamur pada Telur Ikan
Telur ikan diketahui relatif rentan terhadap serangan jamur akuatik. Secara alamiah jamur ini akan menyerang telur-telur yang tidak subur (mati). Meskipun demkian, tidak tertutup kemungkian jamur ini pun akan meyebar dan menyerang telur-telur subur (sehat).
Telur dari hampir semua jenis ikan, secara umum, rentan terhadap serangan jamur. Tingkat kerentanannya bervariasi tergantung pada spesies ikannya. Beberapa diantaranya malah diketahui dapat memproduksi telur yang tahan terhadap infeksi jamur.
Telur yang diserang jamur biasanya akan tampak diselimuti oleh bentukan-bentukan menyerupai benang yang dikenal sebagai hifa jamur berwarna putih. " Benang-benang" ini sampai batas tertentu dapa dilihat dengan bantuan sebuah kaca pembesar.
Pada jenis ikan yang telurnya menggerombol, seperti pada cichlid yang menempelkan telurnya pada substrat, jamur akan sangat mudah menyebar dari telur yang mati ke telur yang sehat. Kondisi demikian, pada akhirnya akan dapat menghancurkan seluruh populasi telur tersebut.
Sering disalahartikan bahwa telur-telur yang berwarna putih atau opak adalah telur yang berjamur meskipun tidak dijumpai adanya hifa. Hal ini tentu saja tidak tepat. Pada dasarnya beberapa buah telur bisa saja berwarna putih pada saat dikeluarkan. Telur transparan yang tidak subur baru akan berubah menjadi puthih dalam waktu 24 jam, tapi jamur tidak akan segera menginfeksinya. Infeksi jamur baru akan terjadi setelah beberapa saat kemudian.
Jamur dari golongan Saproligna dan atau Achyla
Pada jenis ikan yang mengasuh anaknya, seperti cichlid, induk ikan secara teratur akan menyingkirkan telur yang mati sebelum telur-telur tersebut berjamur, dengan demikian, telur-telur lain yang subur akan dapat terjaga dari infeksi jamur. Dalam beberapa kasus, akuaris, harus ikut campur dalam menyingkirkan telur mati tersebut dengan menggunakan pipet, jarum atau pinset kecil.
Apabila telur ikan diinkubasikan secara terpisah. Maka usaha pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan perendaman jangka panjang dengan menggunakn metil biru (methylenene blue) dengan dosis 2 ppm. Pada telur-telur ikan yang memiliki masa inkubasi lebih dari 4 hari, maka pemberian metil biru perlu diulang setiap 2 atau 3 hari.
Sumber : O-FISH
Sembelit (Konstipasi)
Sembelit atau konstipasi (constipation) merupakan gejala yang tidak jarang dijumpai pada ikan, dengan ciri utama ikan kehilangan nafsu makan, tidak bisa buang kotoran, dan malas (berdiam diri di dasar). Dalam kasus berat bisa disertai dengan nafas tersengal-sengal (megap-megap) dan badan mengembung.
Pada umumnya disebabkan oleh diet yang tidak tepat yang diberikan dalam jangka waktu lama.
Puasakan ikan selama beberapa hari. Lakukan perlakuan perendaman dengan garam inggris. Naikkan suhu secara perlahan (dalam selang toleransi ikan yang bersangkutan) untuk meningkatkan metabolisme. Pada saat ikan tampak mulai bisa membuang kotoran, beri makan pertama kali dengan pakan yang mengandung serat tinggi.
Perbaiki/koreksi diet ikan untuk mencegah berulangnya gejala. Tambahkan pada diet suplemen pakan dengan kandungan serat tinggi.
Sumber : O-FISH
Neon Tetra
Penyakit ini diketahui khusus menyerang ikan neon tetra dan beberapa spesies terkait lainnya. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa ikan lain imune terhadapnya. Beberapa jenis cichlid seperti manvis, dan cyprinid seperti Rasbora dan Barb, dilaporkan menjadi korban pula dari penyakit ini.
Warna ikan memucat dan disertai dengan hilangnya garis merah. Pada infeksi ringan bisa tidak menunjukkan gejala apa-apa. Sedangkan pada gejala menengah sampai parah, selain warna memucat dan kehilangan warna merah, juga sering disertai dengan timbulnya bercak-bercak putih dibawah kulit. Munculnya bercak putih menunjukkan terjadinya kerusakan pada jaringan otot ikan.
Disamping gejala tersebut diatas ikan yang terinfeksi dapat pula menunjukkan gejala malas/lesu, kesulitan berenang, dan kehilangan berat badan (kurus).
Disebabkan oleh parasit Pleistophora hyphessobryconis. Penyebaran penyakit pada umumnya terjadi melalui spora yang terbawa oleh pakan, atau melalui bagian ikan terinfeksi yang mati dan dimakan oleh ikan yang bersangkutan.
Infeksi dapat pula dipicu oleh kondisi kualitas air yang memburuk atau tidak sesuai dengan kebutuhan neon tetra. Oleh karena itu, sebelum melakukan perlakuan apapun terhadap penyakit ini, pastikan terlebih dahulu bahwa kondisi air akuariumnya sudah ideal untuk kehidupan ikan neon tetra.
Setelah berada dalam usus ikan, parasit akan masuk kedalam jaringan tubuh dan menggandakan diri disana kemudian menyebar. Jaringan yang mengandung parasit akan mati, warnanya mejadi pucat kemudian berubah berwarna putih.
Belum ada obat-obatan yang diketahui efektif untuk mengatasi infeksi Pleistphora. Meskipun demikian tidak ada salahnya mencoba obat-obatan yang ditawarkan di toko akuarium yang disiapkan untuk panyakit tersebut.
Percobaan pengobatan dengan menggunakan Toltrazunil diketahui cukup menjanjikan.
Pencegahan tampaknya merupakan hal yang sangat dianjurkan untuk menghidar dari infeksi penyakit . Untuk itu jagalah supaya kualitas air tetap optimum dan parameternya sesuai bagi kebutuhan hidup neon tetra.
Spora pleisthopora dapat bertahan hingga beberapa bulan dalam akuarium, sehingga usaha untuk menghilangkan penyakit ikan neon tetra ini secara tuntas relatif sulit dilakukan.
Sumber : O-FISH
Mata Berkabut (Cloudy Eye)
Mata berkabut atau "cloudy eye" ditandai dengan memutihnya selaput mata ikan. Permukaan luar mata tampak dilapisi oleh lapisan tipis berwarna putih.
Secara umum gejala ini disebabkan oleh kondisi kualitas air yang memburuk, terutama sebagai akibat meningkatnya kadar amonia dalam air. Apabila gejala mata berkabut terjadi, makah hal yang harus dicurigai terlebih dahulu adalah kondisi air. Koreksi parameter air hingga sesuai dengan keperluan ikan yang bersangkutan. Apabila gejala ini terjadi, sedangkan parameter air dalam keadaan normal, maka terdapat kemungkinan gejala tersebut disebabkan oleh hal lain.
Beberapa hal yang dapat memicu terjadinya mata berkabut adalah:
- Infeksi sekunder, menyusul terjadinya kerusakan fisik pada mata.
- Produksi lendir berlebihan, biasanya sebagai akibat reaksi terhadap infestasi protozoa parasit (penyakit selaput lendir kulit); kualitas air yang memburuk (amonia, nitrit, dan nitrat); nilai pH yang tidak sesuai; keracunan (klor/kloramin); atau akibat pemberian perilakuan pengobatan yang tidak sesuai.
- Diplostomum (fluke pada mata). Dalam kasus ini bagian mata yang memutih adalah lensanya, bukan permukaan luar mata.
- Infeksti bakteri eksternal
- Kekurangan vitamin, khususnya vitamin A, B, dan C.
Gejala mata berkabut bisa juga disertai dengan Exophtahlmia (Pop Eye/Mata menonjol), malaise, atau iritasi.
Perawatan dan pemulihan mata berkabut hendaknya mengacu pada penyebab yang menimbulkannya. Oleh karena itu, carilah dan coba indentifikasi dengan seksama kemungkinan penyebabnya sebelum melakukan tindakan pemulihan.
Sumber : O-FISH
Kutu Jarum
Kutu jarum, atau kutu jangkar merupakan parasit ikan berukuran besar yang kerap menyerang ikan. Kutu ini pada umumnya lebih sering menyerang ikan yang dipelihara di kolam dibandingkan dengan di akuarium. Disebut sebagai kutu jarum karena penampilannya sepintas mirip sebuah jarum yang menancap pada tubuh ikan terserang. Sedangkan disebut sebagai kutu jangkar, karena hewan ini menancapkan kepalanya kedalam tubuh ikan dengan menggunakan semacam perangkat mirip jangkar. Meskipun disebut sebagai "kutu" hewan ini sebenarnya tarmasuk dalam kelompok udang-udangan. Setidaknya telah dikenal 10 spesies dari kutu jarum, dari kesepuluh jenis ini Lernae cyprinacea merupakan jenis yang biasa ditemukan, khususnya, di daerah tropis seperti Indonesia.
Kutu jarum mempunyai siklus hidup langsung tanpa inang perantara. Kutu jantan dan betina akan berpasangan pada permukaan tubuh ikan. Meskipun demikian hanya kutu betina saja yang kemudian menjadi parasit. Kutu jantan akan mati setelah mereka kawin. Kutu betina akan menancapkan kepalanya kedalam jaringan tubuh ikan dengan bantuan alat berbentuk jagnkar sehingga dia bisa menempelkan dirinya dengan ketat pada tubuh ikan yang diinfeksinya. Hewan ini selanjutnya akan menyerap darah dan memakan bagian-bagian sel ikan.
Dalam perkembangannya kutu betina akan membentuk kantung telur (Gambar 1). Kantung telur ini akan tampak menonjol dari tubuhnya membentuk huruf Y atau T. Telur selanjutnya akan dilepas kedalam air, menetas disana, dan mengalami metamorfosis beberapa tahap sebagai hewan berenang dan sebagai parasit. Parasit dalam fase larva ini kerap menyerang insang ikan.
Tanda-Tanda Serangan
Sebagai ektoparasit berukuran besar, cacing jarum dewasa mudah dilihat dengan mata telanjang. Mereka menempel pada permukaan tubuh ikan. Ikan yang terserang bisa menunjukkan gejala berenang kesana kemari dengan cepat, atau menggesek-gesekan tubuhnya pada benda-benda didalam akuarium dalam rangka membebaskan tubuhnya dari kutu yang menempel, atau dari irititasi yang ditimbulkan. Pada ikan besar, serangan ini bisa tidak berpengaruh, tapi pada ikan kecil seperti guppy, kehadiran mereka bisa berakibat fatal (Gambar 2.).
Serangan oleh parasit pada fase larva, bila terjadi dalam jumlah besar, khususnya pada insang, bisa menyebabkan ikan yang bersangkutan mengalami kesulitan bernafas, kerusakan fungsi insang, dan akhirnya menyebabkan kematian. Parasit dalam fase larva ini tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, melainkan harus dibantu dengan pangamatan di bawah mikroskop. Meskipun demikian, bila dijumpai beberapa kutu jarum dewasa melekat pada tubuh ikan, kemungkinan besar serangan parasit pada fase larva mereka juga terjadi.
Pencegahan dan Perlakuan
Ikan yang terserang kutu jarum disarankan agar diisolasi dari ikan lainnya. Hal ini diperlukan untuk menghindari kutu jarum melepaskan telurnya dan menginfestasi ikan lain dalam akuarium tersebut. Kutu dewasa bisa dilepaskan secara fisik dengan bantuan pinset. Lakukan hal ini dengan hati-hati agar jangan sampai kepala kutu masih tertinggal dalam tubuh ikan. Kepala kutu yang tertinggali bisa menjadi faktor penyebab infeksi sekunder lainnya. Pelepasan secara fisik hanya direkomendasikan pada ikan berukuran besar yang mampu menahan akibat dari proses pencabutan. Jangan lakukan hal ini pada ikan berukuran kecil,
karena bisa terjadi sebagian dari tubuh mereka ikut terbawa atau bahkan rusak pada saat proses pencabutan (Gambar 3.). Luka yang tertinggal setelah pencabutan perlu diberi antiseptik seperti merchurochrome untuk mencegah infeksi sekunder.
Perlakuan dengan perendaman dapat pula dilakukan untuk menghilangkan parasit pada fase larva, sampai beberapa tahap juga efektif untuk cacing jarum dewasa. Senyawa organofosfat diketahui efektif pada takaran 0.2 - 0.3 ppm. Bagi anda yang kesulitan mendapatkan senyawa organofosfat bisa menggunakan ABATE sebagai salah satu alternatif.
Kutu jarum masuk kedalam akuarium pada umumnya melalui pakan hidup yang berasal dari hewan akuatik. Salah satu hewan yang diketahui dapat membawa parasit ini adalah kodok. Untuk itu pastikan bahwa kodok yang akan dijadikan pakan telah terbebas dari parasit ini. Hewan air lain yang ditangkap langsung dari alam, juga beresiko membawa bibit parasit kutu jarum. Mengkarantina pakan hidup tersebut dengan baik sebelum diberikan pada ikan adalah cara yang paling baik untuk menghindari terjadinya serangan parasit kutu jarum.
Sumber : O-FISH
Klorin dan Kloramin
Klorin dan kloramin merupakan bahan kimia yang biasa digunakan sebagai pembunuh kuman (disinfektan) di perusahan-perusahan air minum seperti PAM atau PDAM. Klorin (Cl2) merupakan gas berwarna kuning kehijauan dengan bau lumayan menyengat. Bau ini bisa dikenali seperti bau air kolam renang yang biasanya secara intensif diberi perlakuan klorinasi dengan kaporit. Sedangkan kloramin merupakan senyawa klorin-amonia (NH4Cl).
Klorin relatif tidak stabil di dalam air sehingga biasanya akan segera terbebas keudara, sedangkan kloramin jauh lebih stabil dibandingkan klorin sehingga beberapa perusahan pengolah air minum (di LN) tidak sedikit yang menggunakan bahan ini sebagai pengganti klorin. Baik klorin maupun kloramin sangat beracun bagi ikan. Keduanya akan bereaksi dengan air membentuk asam hipoklorus yang diketahui dapat merusak sel-sel protein dan sisitem enzim ikan. Tingkat keracunan klorin dan kloramin secara alamiah akan meningkat pada pH lebih rendah dan temperatur lebih tinggi, karena pada kondisi demikian proporsi asam hipoklorus yang terbentuk akan meningkat.
Untuk menghindari efek kronis dari bahan tersebut maka residu klorin dalam air harus dijaga agar tidak lebih dari 0.003 ppm. Klorin pada konsentrasi 0.2 - 0.3 ppm sudah cukup untuk membunuh ikan dengan cepat.
Tanda-tanda KeracunanIkan yang terkena klorin akan menunjukkan gejala seperti ingin keluar dari akuarium/tank, meluncur kesana kemari dengan cepat dalam usaha mencari daerah yang bebas dari klorin atau kloramin. Selanjutnya ikan akan gemetar dan warna menjadi pucat, lesu dan lemah. Klorin dan kloramin secara langsung akan merusak insang sehingga dapat menimbulkan gejala hipoxia, meningkatkan kerja insang dan ikan tampak tersengal-sengal dipermukaan. Apabila ada aerasi atau aliran air, maka ikan-ikan tersebut akan tampak berkerumun disana.
Pencegahan dan PerlakuanAir keran harus selalu di deklorinasi sebelum digunakan, baik secara kimiawi maupun fisika. Klorin dapat dihilangkan dengan pemberian aerasi secara intensif, atau dengan menyemburkan air keras-keras pada wadah (penampungan), atau dengan cara yang lebih sederhana yaitu dengan membiarkan (mengendapkan) air selama semalam. Dengan cara demikian maka gas klorin akan terbebas ke udara.
Cara lain adalah dengan menggunkan bahan deklorinator atau lebih dikenal dengan nama anti klorin yang biasa dijual di toko-toko akuarium. Penggunaan anti-klorin lebih dianjurkan untuk air-air yang diolah dengan kloramin. Sebelumnya pastikan bahwa anti klorin tersebut dapat bekerja baik untuk klor maupun kloramin, karena tidak semua produk anti klorin bisa menangani keduanya sekaligus. Pada umumnya anti-klorin mengandung natrium tiosulfat yang akan segera mengikat klorin.
Kloramin relatif lebih sulit diatasi oleh natrium tiosulfat saja dibandingkan dengan klorin, karena maskipun gas klorinnya dapat diikat dengan baik, tetapi akan menghasilkan amonia. Anti klorin yang ditujukan untuk mengatasi kloramin, biasanya akan mengandung bahan kimia lain yang akan mengingat amonia tersebut. Apabila tidak maka dianjurkan untuk mengalirkan air hasil deklorinasi tersebut melewati zeolit.
Anti klorin hendaknya digunakan pada air sebelum air tersebut dimasukkan kedalam akuarium. Pemberian secara langsung di dalam akuarium disarankan hanya dilakukan dalam keadaan darurat saja.
Pada kasus terjadinya keracunan klorin, segera pindahkan ikan yang terkena kedalam akuarium/wadah yang tidak terkontaminasi. Dalam keadaan terpaksa tambahkan anti-klorin pada akuarium yang terkontaminasi untuk menetralisir/manghilangkan residu klorin sesegera mungkin. Tingkatkan intensitas aerasi untuk mengatasi kemungkinan terjadinya stres pernapasan pada ikan-ikan didalamnnya.
Sumber : O-FISH
Keracunan
Akuarium merupakan suatu ekosistem kecil yang sangat terbatas, oleh karena itu, terjadinya pencemaran oleh bahan beracun sedikit saja bisa berakibat fatal pada penghuninya. Apabila dijumpai gejala-gejala keracunan, segeralah lakukan tindakan pemulihan, kalau tidak, anda bisa kehilangan seluruh penghuni akuarium yang anda sayangi.
Beberapa bahan beracun yang dapat masuk kedalam lingkungan akuarium baik sengaja maupun tidak, antara lain adalah:
- Bahan kimia yang secara tidak sengaja digunakan disekitar akuarium, sperti parfum, aerosol, asap rokok berlebihan, minyak, insektisida, cat, deterjen atau sabun.
- Bahan logam yang jatuh kedalam akuarium atau merupakan bagian dari perangkat akuarium tapi tidak terisolasi dengan baik
- Kualitas dari lem akuarium yang kurang baik, atau lem sebelumnya belum dicuci dengan baik.
Racun bisa juga juga ditimbulkan dari kaporit yang terkandung berlebihan dalam sumbar air akuarium, atau bisa juga berasal dari material dekorasi yang tidak debersihkan dengan baik sebelumnya. Pembusukan bahan-bahan organik pada dasar akuarium bergravel dapat pula menyumbangkan bahan beracun.
Amonia, nitrit, dan nitrat
Ikan beracun: Beberapa jenis ikan dan binatang tertentu (terutama dari lingkungan air laut) diketahui mengandung racun. Oleh kerana itu, binatang-binatang ini bisa menimbulkan akibat fatal pada penghuni akuarium lainnya. Beberapa contoh dari golongan binatang beracun ini adalah; skinned puffer, boxfish, truckfish, soapfish, lionfish, scorpion fish, ikan pari, anemon, mentimun laut, gurita, koal api, spong api, landak laut, dan fireworms. Pada umumnya binatang-binatang tersebut akan mengeluarkan racunnya apabila dalam keadaan terancam atau ketakutan. Beberapa jenis juga dapat mengeluarkan racunnya apabila terluka atau sakit.
Ikan meluncur dengan cepat kesana kemari secara tiba-tiba, berenang dengan liar, dan terkadang hingga menabrak objek-objek dalam akuarium dan juga kaca. Nafas tersengal-sengal. Warna menjadi pudar. Terkadang tergeletak di dasar akuarium dangan nafas tersengal-sengal.
Kata kunci dari keracunan adalah tiba-tiba dan serentak. Oleh karena itu, apabila ikan penghuni akuarium secara tiba-tiba dan serentak (hampir menimpa seluruhnya) bernapas tersengal-sengal bisa dipastikan air akuarium anda tercemar bahan beracun.
Segera pindahkan ikan dan tempatkan pada akuarium karantina yang telah diisi air bersih. Jangan gunakan air dari akuarium utama yang tercemar. Berikan aerasi secara intensif.
Ganti air pada akuarium utama sekurang-kurangnya sebanayk 80%. Jalankan filter, dan kalau perlu tambahkan karbon aktif. Tingkatkan intensitas aerasi hingga 2 kali lipat.
Ikan pada akuarium karantina, setelah beberapa jam, akan segera pulih, terutama mereka yang tercemar ringan. Lanjutkan pengawasan pada ikan-ikan tersebut hingga diyakini baha gejala keracunan telah hilang.
Ikan-ikan yang tetap tergeletak dan bernapas dengan berat kemungkinan besar tidak akan bisa diselamatkan. Oleh karena itu, untuk mengurangi penderitaan mereka sebaiknya lakukan tindakan Euthanasia.
Sumber : O-FISH
Ikan Mati Mendadak
Salah satu pengalaman yang paling buruk dan sering membuat frustasi para akuaris adalah apabila menjumpai ikan peiharaannya mati secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas, dan tanpa ada indikasi sakit atau masalah lainnya. Apabila hal demikian terjadi, biasanya hampir tidak dapat ditentukan dengan pasti apa sebenarnya yang terjadi dengan akuarium kita. Meskipun demikian beberapa hal berikut ini dapat menjadi penyebab kejadian tersebut.
Untuk ikan laut, beberapa kasus menunjukkan bahwa kematian mendadak berhubungan erat dengan cara penangkapan yang dilakukan. Di beberapa tempat, ikan hias laut ditangkap dengan menggunakan cyanida. Cyanida merupakan racun yang mempunyai efek tertunda. Kematian akibat penggunaan cyanida ini dapat terjadi beberapa hari kemudian setelah ikan ditangkap. Sehingga bisa terjadi ikan yang tampak sehat pada saat dibeli, tiba-tiba mati setelah satu atau dua hari dalam akuarium. Oleh karena itu, sebelum membeli ikan hias laut, carilah keterangan dimana ikan tersebut ditangkap dan bagaimana cara penangkapannya. Ikan yang ditangkap dengan menggunakan cyanida cenderung memiliki warna yang lebih intensif.
Kematian mendadak dapat juga terjadi sebagai akibat stress yang dialami ikan, terutama pada saat ditangkap dan dikirim. Penanganan pada saat penangkapan dan transportasi yang buruk sering menjadi penyebab kematian mendadak.
Ikan baru sering pula membawa bibit penyakit sehingga dapat menyebabkan terjadinya wabah penyakit tiba-tiba dalam akuarium yang semula dalam kondisi sehat dan terkontrol. Oleh karena itu, jangan lupa agar selalu mengkarantinakan ikan baru seperlunya.
Sering juga terjadi ikan mati mendadak karena kondisi air yang memburuk, meskipun secara visual air tersebut tampak jernih. Sindrom akuarium baru, misalnya, merupakan salah satu pembunuh ikan nomer satu. Dalam suatu sistem akuarium yang belum stabil, penambahan seekor ikan saja dapat menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem yang drastis, sehingga dapat menyebabkan kematian seluruh ikan pada akuarium tersebut.
Terdapat kecenderungan bahwa para akuaris baru sering memberikan pakan dalam jumlah berlebih. Kelebihan pakan akan meningkatkan pertumbuhan bakteri pembusuk, sehingga dapat mengurangi kadar okigen, dan menghasilkan bahan "beracun" lain yang dapat berakibat fatal pada ikan. Apabila anda mendapati ikan anda mati hari ini, padahal ikan tersebut baik-baik saja sehari sebelumnya. Maka kemungkinan besar ikan tersebut mengalami keracunan sebagai akibat kelebihan pakan.
Kematian mendadak tanpa tanda-tanda penyakit dapat disebabkan sebenarnya oleh penyakit atau parasit tertentu yang belum mencapai tahapan terdeteksi secara visual. Kematian mendadak juga dapat terjadi sebagai akibat ikan kelaparan. Selain itu, dapat pula terjadi sebagai akibat alamiah, yaitu ikan tersebut telah mencapai batas akhir usianya. Apabila anda memelihara ikan selama bertahun-tahun, kemudian mendapati ikan tersebut mati tiba-tiba, padahal ikan tersebut dalam keadaan prima dan tidak menunjukkan gejala penyakit sebelumnya, kemungkinan besar ikan tersebut mati secara alamiah.
Apabila anda mengalami kajadian ini, yang paling penting dilakukan adalah jangan panik. Cek peralatan listrik, untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran listrik. Segera singkirkan ikan yang mati. Apabila ada ikan lain didalamnya yang masih hidup, cek perilaku dan penampakan fisik lainnya, apakah masih normal atau tidak. Kalau perlu pindahkan ikan tersebut ke dalam akuarium terpisah. Periksa parameter air. Lakukan koreksi parameter air apabila terjadi penyimpangan. Ikuti prosedur keracunan apabila ditemukan indikasi keracunan. Apabila anda yakin tidak ada kalainan pada air. Anda dapat memulai melakukan penanganan pada ikan yang tersisa. Tidak ada salahnya anda lakukan otopsi pada ikan yang mati untuk melihat ada tidaknya kelainan pada bagian internal ikan.
Sumber : O-FISH
Kelainan Gelembung Renang
Gelembung renang (swimbladder) adalah organ berbentuk kantung berisi udara yang berfungsi untuk mengatur ikan mengapung di dalam air, sehingga ikan tersebut tidak perlu berenang terus menerus untuk mempertahankan posisinya. Organ ini hampir ditemui pada semua jenis ikan.
Beberapa kelainan atau masalah dengan gelembung renang, yang umum dijumpai, adalah sebagai akibat dari luka dalam, terutama akibat berkelahi atau karena kelainan bentuk tumbuh.
Beberapa jenis ikan yang hidup di air deras seringkali memiliki gelembung renang yang kecil atau bahkan hampir hilang sama sekali, karena dalam kondisi demikian gelembung renang boleh dikatakan tidak ada fungsinya. Untuk ikan-ikan jenis ini, kondisi gelembung renang demikian adalah normal dan bukan merupakan suatu gejala penyakit. Mereka biasanya hidup di dasar atau menempel pada dekorasi atau benda-benda lain dalam akuarium.
Perilaku berenang tidak normal dan tampak kehilangan keseimbangan. Ikan tampak kesulitan dalam menjaga posisinya dalam air. Kerusakan gelembung renang menyebabkan organ ini tidak bisa mengembang dan mengempis, sehingga menyebabkan ikan mengapung dipermukaan atau tenggelam. Dalam beberapa kasus ikan tampak berenang dengan kepala atau ekor dibawah atau terapung pada salah satu sisi tubuhnya, atau bahkan berenang terbalik.
Infeksi bakteri sistemik merupakan penyebab utama dari kelainan ini. Beberapa spesies protozoa dan nematoda dapat pula menyebabkan kelainan tersebut khususnya pada ikan-ikan yang hidup di air dingin, hal ini jarang terjadi pada jenis-jenis ikan akuarium. Pada jenis-jenis ikan teritorial dan agresif, seperti cichlid, kelaian gelembung renang sering sekali karena rusak sebagai akibat benturan berulang-ulang oleh musuhnya. Masalah gelembung renang juga dapat diakibatkan oleh terjadinya tekanan pada organ tersebut sebagai akibat tumor, dropsy, atau sembelit.
Kehilangan keseimbangan sering juga merupakan gejala dari berbagai penyakit lain yang telah parah, atau akibat dari shock.
Pemilihan jenis ikan yang tepat dapat menghindarkan terjadinya kelainan ini, terutama akibat berkelahi, khususnya dari jenis-jenis ikan agresif dan teritorial
Menjaga akuarium selalu dalam kondisi bersih dapat mengurangi peluang terjadinya infeksi bakteri sistemik penyebab kalainan/kerusakan gelembung renang. Apabila yakin kelainan gelembung renang adalah akibat dari infeksi bakteri, maka penggunaan antibiotik kadang-kadang bisa mengatasi masalah tersebut.
Memindahkan ikan-ikan yang terjangkit pada wadah lain yang memiliki suhu lebih hangat sampai dengan 5° C (selama selang suhunya masih dalam batas toleransi ikan yang bersangkutan) sering terbukti efektif, termasuk dalam mengatasi kerusakan. Membiarkan ikan dalam air dangkal juga diketahui sangat membantu pemulihan.
Apabila ikan mengalami masalah keseimbangan yang parah, dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 3 hari dilakukan perlakuan, maka euthanasia mungkin akan merupakan solusi yang baik dalam mengurangi penderitaan ikan tersebut.
Sumber : O-FISH
Sumber:
http://www.breederkoi.com